Akreditasi menggolongkan sekolah-sekolah kedalam
golongan-golongan yang ada. Golongan-golongan ini antara lain A, B, atau C yang
memiliki kriteria tertentu dimasing-masing golongan. Golongan-golongan ini juga
yang memberi poin tersendiri dimata masyarakat. Biasanya golongan ini dibagi
berdasarkan kualitas sekolah dan kualitas lulusan yang dihasilkan, sehingga
jelas setiap sekolahan menginginkan akreditasi yang terbaik.
Akreditasi yang secara resmi dilaksanakan oleh Badan
Akreditasi Nasional yang bertujuan untuk mendapatkan data evaluasi diri dari
sekolah dan meninjau langsung kualitas pelayanan sekolah tersebut juga segala
yang ada dalam lingkungan sekolah yang berkaitan dengan pendidikan. Seperti apa
sajakah yang dinilai dalam akreditasi yang pada nantinya akan menentukan? Namun
kita juga harus tahu dasar hukum dan tujuan dari akreditasi itu sendiri.
Demikian juga persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki dan prosedur yang
harus ditempuh oleh sekolah untuk mendapatkan akreditasi. Lalu apakah hasil
dari akreditasi tersebut dan seperti apa tindak lanjutnya? Yang terpenting
dengan akreditasi bisa menjamin atau tidak dalam meningkatkan kualitas pendidikan
di sekolah, jika tindak lanjutnya hanya diserahkan kepada pihak sekolah tentu
saja takkan mampu untuk meningkatkan kualitasnya. Masih pentingkah akreditasi?
Dasar hukum dari akreditasi antara lain
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun
2005 Pasal 86 & 87, dan Surat Keputusan Mendiknas No. 87/U/2002. Yang
secara garis besar menyatakan pemerintah menyelenggarakan akreditasi bertujuan
mengetahui tingkat kelayakan suatu sekolah dalam memberikan layanan pendidikan
dan memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah serta untuk kepentingan
pengembangan sekolah dalam melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan
berdasarkan masukan dari hasil akreditasi yang telah dilakukan. Yang ditujukan
untuk lembaga sekolah satuan pendidikan dan program kejuruan atau kekhususan.
Untuk menujang tujuan tersebut telah dibuat beberapa persyaratan dan prosedur
yang harus dijalani oleh sekolah, pemerintah juga membentuk badan khusus yaitu
Badan Akreditasi Nasional atau BAN.
Dalam kenyataannya akreditasi tidak berpengaruh besar
terhadap perbaikan kualitas pendidikan sekolah. Terbukti dari banyaknya sekolah
yang telah memiliki akreditasi A yang masih belum memiliki sarana penunjang
pembelajaran yang memadai ataupun bangunan yang layak untuk melaksanakan
kegiatan belajar, contoh lain seperti banyaknya pemberitaan tentang gedung
sekolah yang sudah tidak layak lagi bahkan hampir roboh seperti inilah cerminan
kualitas layanan pendidikan yang ada di negara kita. Lalu bagaimana dengan
akreditasi, masukan-masukan yang diberikan dari hasil akreditasi? Berarti dapat
dikatakan itu hanyalah masukan-masukan yang tidak ada tindak lanjutnya,
hanyalah masukan-masukan yang tidak berguna. Mungkin ini juga tidak bisa kita
salahkan kepada pemerintah saja, karena kebanyakan dari lembaga sekolah dalam
melakukan akreditasi hanyalah untuk mencari nama dimata masyarakat sehimgga
lebih terpandang dan banyak peminatnya. Dengan akreditasi yang telah diberikan
sekolah juga mampu menentukan besar biaya yang akan dikenakan, karena pada
biasanya sekolah yang memiliki akreditasi yang baik dipandang berkualitas
sehingga berapapun tarif yang dikenakan, orang tua murid akan rela demi buah
hati mereka mendapatkan layanan yang berkualitas. Dapat kita lihat bahwa
lembaga sekolah seakan-akan sebagai landang bisnis bagi oknum-oknum yang
terlibat.
Tujuan yang tidak sejalan inilah yang menimbulkan
banyak permasalahan terkait dengan peningkatan kualitas layanan pendidikan
sekolah. Seharusnya pemerintah mampu menciptakan sistem yang lebih baik untuk
meningkatkan kualitas layanan pendidikan yang secara langsung akan berdampak
kepada kualitas generasi pembangun bangsa ini. Ciptakanlah sistem penilaian
ataupun evaluasi yang benar-benar langsung apa yang ada dilapangan bukanlah
hasil dari pendataan yang telah dipersiapkan oleh pihak sekolah yang
kemungkinan besar terjadinya kecurangan terhadap data-data yang mereka catat. Jika
sistem penilaian ataupun evaluasi sekolah masih seperti ini dapat dipastikan
untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan mustahil belaka.
Cukup banyak persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi oleh sebuah sekolah untuk dapat mengajukan akreditasi, antara lain
yaitu memiliki surat keputusan kelembagaan, memiliki siswa pada semua tingkatan,
memiliki sarana dan prasarana pendidikan, memiliki tenaga kependidikan,
melaksanakan kurikulum nasional, dan telah menamatkan siswa. Persyaratan yang
tidak memberatkan karena sebuah lembaga sekolah pada umumnya memiliki siswa
untuk melaksanakan fungsinya ataupun untuk bisa dikatakan sebuah lembaga
sekolah dan juga sudah memiliki tenaga kependidikan. Lalu prosedur yang harus
dijalani oleh lembaga sekolah untuk mengajukan akreditasi yaitu pengajuan
permohonan akreditasi dari sekolah, evaluasi diri oleh sekolah, pengolahan
hasil evaluasi diri, visitasi oleh asesor, penetapan hasil akreditasi,
penerbitan sertifikat, dan laporan akreditasi. Prosedur yang cukup mudah untuk
dijalankan, namun disinilah dibutuhkan kejujuran karena setiap prosedur yang
dijalankan masih bersifat subjektif.
Semua persyaratan dan prosedur untuk melakukan
akreditasi telah sangat menunjang dari tujuannya itu sendiri, yang menjadi
permasalahan ialah prosedur yang dinilai kurang begitu objektif dikarenakan
evaluasi dilakukan langsung oleh lembaga sekolah dan pelaksana akreditasi atau
tim pemeriksa hanya memeriksa berdasarkan hasil pengolahan ini. Inilah yang
sering menimbulkan terjadinya kecurangan, kebanyakan sekolah menginginkan hasil
dari nilai akreditasinya baik dikarenakan hasil dari akreditasi juga menentukan
kualitas mereka dimata masyarakat. Adapun yang menjadi komponen dalam penilaian
meliputi kurikulum dan proses belajar mengajar, administrasi dan manajemen
sekolah, organisasi dan kelembagaan sekolah, sarana prasarana, ketenagaan,
pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan dan kultur
sekolah. Masing-masing komponen dijabarkan ke dalam beberapa aspek. Dari
masing-masing aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan indikator
dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen
Visitasi.
Seharusnya didalam akreditasi harus memiliki
prinsip-prinsip: (1) Objektif yaitu informasi objektif tentang kelayakan dan
kinerja sekolah (2) Efektif yaitu hasil akreditasi memberikan informasi yang
dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. (3) Komprehensif yaitu
meliputi berbagai aspek dan menyeluruh. (4) Memandirikan yaitu sekolah dapat
berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri, dan keharusan,
akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah.
Mungkin dengan prosedur yang telah ada tadi, telah
memenuhi beberapa prinsip dari akreditasi yang baik namun dapat kita lihat jika
yang mempersiapkan semua data yang akan diperiksa adalah data yang telah dirancang
sedemikian rupa baiknya oleh lembaga sekolah itu sendiri. Masih objektifkah
prosedur seperti itu. Ditambah lagi jika seperti itu hasil dari akreditasi
tidak efektif lagi untuk dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, karena data yang seperti itu hanya
akan memberikan evaluasi diri yang subjektif saja, sehingga hasil dari evaluasi
tidak akan mampu memberikan solusi dari masalah yang sebenarnya. Ini akan
menjadi suatu usaha yang tidak berguna untuk meningkatkan mutu pendidikan. Seharusnya
sebagai pemeriksa harus lebih aktif untuk melakukan evaluasi kapan pun tidak
menunggu dari permintaan sekolah sehingga kondisi yang sebenarnya dari sekolah
dapat terlihat, solusi yang dihasilkan akan lebih mampu mengatasi.
Lalu yang menjadi hasil akreditasi berupa sertifikat
akreditasi sekolah dan profil sekolah, kekuatan dan kelemahan, dan rekomendasi.
Sertifikat akreditasi sekolah adalah surat yang menyatakan pengakuan dan
penghargaan terhadap sekolah atas status dan kelayakan sekolah melalui proses
pengukuran dan penilaian kinerja sekolah terhadap komponen-komponen sekolah
berdasarkan standar yang ditetapkan BAN-SM untuk jenjang pendidikan tertentu.
Kemudian yang paling terpenting seperti apakah tindak lanjut yang diharapkan? Hasil
akreditasi ditindak lanjuti oleh Departemen Pendidikan Nasional, Dinas
Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Penyelenggara sekolah
guna kepentingan peningkatan mutu sekolah. Seperti inilah tindak lanjut yang
seharusnya walaupun pada kenyataannya terlihat bahwa tidak ada sama sekali
tindak lanjut yang dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan,
seperti yang terlihat karena masih banyaknya sekolah yang menganggap sepele hal
ini, sehingga tidak mempersiapkan atau memberikan data evaluasi diri yang objektif
sesuai keadaan sekolah sehingga mempersulit pemerintah dalam upaya meningkatkan
mutu pendidikan.
Melihat realitas yang ada akreditasi tidak dapat
berjalan sesuai dengan fungsi maupun tujuannya. Akreditasi pun tak mampu
berjalan sesuai prinsip yang semestinya demi tercapainya tujuan, ini dikarenakan
masih banyaknya kepentingan-kepentingan dari pihak sekolah yang menganggap
sepele suatu akreditasi. Sudut pandang yang tidak sama antara pemerintah dan
sekolah dalam memandang akreditasi membuat akreditasi tak mampu berjalan dengan
semestinya, imbasnya pendidikan ini tidak pernah mampu lepas dari
masalah-masalah yang ada, mutu yang masih dipertanyakan, yang menjadi sorotan
seharusnya anak didiknya, bagaimana nasib mereka pada nanti jika pendidikan
masih dalam bentuk kepentingan? Tidak akan berguna jika tidak adanya kejujuran,
sekolah merasa akreditasi penting tapi dari sisi nilainya sehingga melakukan
berbagai macam cara untuk mendapatkan nilai yang diharapkan, sementara
pemerintah merasa akreditasi perlu untuk dapat menilai kekuatan dan kelemahan
pada lembaga sekolah sehingga segala bentuk kelemahan mampu diperbaiki untuk
meningkatkan mutu pendidikan, cara pandang seperti ini yang harus kita satukan
demi tercapainya mutu pendidikan yang benar-benar berkualitas.